TOKO KITAB AN-NABHAN
PONDOK PESANTREN DARUTTAQWA
SUCI MANYAR GRESIK
A.
Pendahuluan
Sejak dulu,
kitab kuning yang dewasa ini sering disebut dengan kitab klasik itu sudah
berkembang pesat, yaitu pada zaman tabi’en. Pada zaman itu, para mujtahid
berlomba-lomba mengarang kitab itu dengan alasan, untuk mencari jawaban dan
mempermudah menjawab masalah-masalah yang terkandung dalam dua pegangan kita
sebagai orang Islam, yaitu Alquran dan Alhadis, sedangkan kandungan bahasa
Alquran dan Alhadis itu penuh dengan majas. Salah satu cara untuk memahami
bahasa tersubut adalah dengan menafsiri Alquran dan Alhadis tersebut, sedangkan
semua hukum Islam itu terkandung dalam dua kitab tersebut. Walaupun Alquran dan
Alhadis bahasanya menggunakan bahasa Arab, banyak penganut Islam Arab masih
kebingungan dalam memahami Alquran dan Alhadis. Kebingungan tersebut bisa
terjawab dengan pelantara kitab kuning.
Dewasa ini,
kitab kuning banyak diterapkan oleh para ulama ataupun kiai di
pesantren-pesantren. Karena pesantren merupakan pusat pengembangan agama islam.
Bahkan kitab kuning di pesantern sudah dijadikan pelajaran wajib untuk para
santri. Para ulama’ berpandangan bahwa para santri merupakan ambrio dalam pengembangan
hukum-hukum yang diambil dari kitab tersebut.
B.
EKSISTENSI DAN MANFAAT KITAB KUNING
1.
Metode
Pembelajaran Kitab Kuning
Kitab kuning
merupakan kitab warisan dari para ulama terdahulu. Kitab ini dikarang oleh imam
madzahib (imam yang empat yang diakui kebenarannya oleh Allah dan Rasul-Nya
atau imam yang telah dikenal di seluruh negara. Kemudian, imam mujtahid (imam
yang mendekatkan diri kepada Allah demi mencari kebenaran suatu hukum. Imam ini
merupakan imam dalam hal fikih (syari’ah), dan banyak lagi imam dalam hal
teologi atau kepercayaan (tauhid), tasawuf (akhlaq), dan imam yang lainnya.
Karangan imam
yang telah disebut di atas berupa kitab-kitab kuning (kitab yang biasanya tidak
berharkat atau tidak bersyakal. Di zaman dewasa ini, kitab-kitab tersebut sudah
banyak diterjemah kedalam bahasa lain. Pada umumnya, bahasa kitab-kitab ini
berupa bahasa Arab. Kemudian, oleh para ahli pakar bahasa, diterjemah kedalam
bahasa lain, baik bahasa Indonesia, Ingiris, dan lain-lain. Hal ini dimaksukan,
untuk mempermudah memahami kitab-kitab tersebut.
Para ulam
maupun para kiai dalam mengajarkan kitab-kitab kuning ini pada umunya
menggunakan metode ceramah (pidato). Selain metode tersebut, ada sebagian
ulama’ maupun kiai menggunakan laod speeker (pengeras suara), terutama di
pedesaan, agar tidak hanya anak didiknya yang mengetahui hukum-hukum islam,
melainkan juga masyarakat sekitarnya. Malahan banyak lagi metode-metode yang
tidak dapat saya sebutkan, hal ini sesuai dengan kemampuan dan keinginan para
ulama’ dan para kiai.
2.
Ruang
Lingkup Pembelajaran Kitab Kuning
Bagi para
santri tidak asing lagi ketika mendengar kitab kuning. Kitab kuning merupakan
santapan utama setiap hari. Namun, bagi para generasi lain yang tidak mondok,
kitab kuning terasa asing dan bertanya-bertanya, sedangkan kitab tersebut tidak
berharkat. Jawabannya adalah dengan cara memahami kitab-kitab penunjang yang
biasa diajarkan di pesantren-pesantren.
Pesantern
merupakan tempat pusat pengembangan kitab kuning dan ilmu-ilmu agama lainya.
Malahan di pesantren, kitab kuning dijadikan bahan ajar paling utama. Pesantren
itu ada dua kategori (dua macam), yaitu pesantren salaf (pesantren yang tidak
mengelola sekolah umum dan kesehariannya hanya diisi pengajian kitab-kitab) dan
pesantren nonsalaf. Selain di pesantren, ada juga di mushalla-mushalla dan ada
juga dengan menggunakan siaran radio.
3.
Alat
Penunjang Untuk Memahami Kitab Kuning
Mempelajari
kitab-kitab kuning (klasik) itu sulit. Sulit dalam artian bagi orang yang tidak
menguasai dan tidak memahami beberapa mata pelajaran yang merupakan penunjang
untuk memahami dan menguasai kitab kuning. Memahami dan menguasai pelajaran
tersbut merupakan kewajiban bagi para santri yang ingin benar-benar memahami
hukum-hukum islam yang terkandung kitab-kitab klasik tersebut.
Kitab-kitab
penunjang tersebut adalah nahwu, saraf, balaghah, dan kitab-kitab penunjang
lainnya. Sebenarnya, nahwu, saraf, dan balaghah ini digunakan tidak hanya untuk
memahami kitab-kitab klasik (kuning) saja, akan tetapi juga sangat bermanfaat
bagi orang yang ingin benar-benar memahami dan menguasai Alquran dan Alhadis.
Walaupun, kitab-kitab penunjang ini, menurut sejarah muncul dan berkembang jauh
setelah Alquran ini diturunkan.
Nahwu membahas
tentang perubahan harkat dan huruf ahir kalimat. Nahwu ini, sangat luas
pembahasannya. Ada banyak kitab yang membahas tentang nahwu, antara lain Mitnul
Ajrumiyah, Imrithi, Mutammimah, dan Alfiah. Saraf membahas tentang perubahan
harkat dan huruf tengah kalimat. Kitab-kitab yang ini adalah Amstilah
Attashrif, kailani, dan maqshud. Oleh karena itu, dengan memahami kitab-kitab
tersebut, sedikit banyak akan faham apa yang terkandung dalam kitab-kitab
klasik tersebut.
Selain kitab-kitab penunjang di atas, ada satu hal lagi yang harus
dikuasai bagi orang ingin benar-benar memahami kitab-kitab kuning, yaitu bahasa
Arab. Dengan faham bahasa Arab, akan lebih mudah memahami kitab-kitab klasik
tersebut. Karena bahasa kitab-kitab tersebut adalah bahasa Arab. Dengan bahasa
Arab, kita mudah mengetahui pesan apa yang tersirat dan pesan apa yang surat
dalam Alquran, Alhadis, dan kitab-kitab lainnya.
4.
Manfaat
Mempelajari Dan Memahami Kitab Kuning
Manfaat
mempelajari dan memahami kitab kuning sangat banyak. Dengan memahami kitab
kuning (para generasi sekarang ini menyebutnya dengan kitab klasik), sedikit
banyak akan tahu apa yang tersurat dan apa yang tersurat dalam Alquran dan
Alhadis. Karena kitab kuning merupakan kitab yang dikarang oleh para ulama dari
hasil ijtihad mereka untuk mencari suatu hukum yang tidak dijelaskan dalam dua
pedoman kita, yaitu Alquran dan Alhadis.
Sebenarnya,
kitab-kitab klasik tersebut tidak hanya menjelaskan tentang hukum-hukum,
melainkan juga membicarakan sejarah tentang kehidupan nabi, perang, para ulama,
dan lain sebagainya. Ketika kita bicara sejarah, fikiran kita mundur dan
menatap ke masa lampau, kita akan mencontoh prilaku-prilaku orang-orang
terdahulu yang berhasil dalam usahanya. Jadi, manfaat kita belajar kitab kuning
adalah mengetahui hukum-hukum islam secara mendalam dan juga mengetahui sejarah
orang-orang dahulu.
5.
Penutup
Kitab kuning
merupakan karangan para ulama yang ilmunya sudah mempuni dan kealimannya sudah
tidak diragukan lagi. Kitab ini banyak membahas tentang hukum-hukum Allah yang
tidak dijelaskan di dalam Alquran dan Alhadis. Kitab ini biasanya di ajarkan
oleh para ulama di pesantrennya, penyampaiannya biasanya dengan cara ceramah.
Alat penunjang
nntuk memahami kitab itu adalah nahwu, saraf dan kitab-kitab penunjang lainnya.
Manfaat mempelajari kitab kuning ini, para pelajar akan tahu apa yang tersurat
dan apa yang tersurat dalam Alquran dan Alhadis. Karena kitab kuning merupakan
kitab yang dikarang oleh para ulama dari hasil ijtihad mereka untuk mencari suatu
hukum yang tidak dijelaskan dalam dua pedoman kita, yaitu Alquran dan Alhadis.
Kitab kuning
dikenal sebagai salah satu trademark dunia pesantren. Kitab kuning adalah
khazanah intelektual klasik yang ditulis sejak abad pertengahan yang dipelajari
hingga kini di dunia pesantren.
Seseorang
disebut kiai atau tamat dari belajar di pesantren jika di antaranya telah
dianggap menguasai sejumlah literatur kitab kuning ini mulai fikih, tauhid,
hingga tasawuf. Itulah sebabnya bertahun-tahun orang harus menghabiskan belajar
dari satu pesantren ke pesantren lain untuk mempelajari apa yang disebut
sebagai kitab kuning ini.
Apa yang
diyakini sebagai subkultur pesantren diyakini turun dari ajaran-ajaran yang
termaktub dalam kitab kuning ini yang bertemu dengan tradisi-tradisi lokal.
Sebagai contoh sebutan Gus sebagai penghormatan terhadap anak kiai adalah
ajaran etika yang termaktub dalam suatu kitab kecil yang bertemu dengan tradisi
lokal Jawa untuk menghormati anak seorang guru.
No comments